Tradisi mencabik mayat barangkali tak pernah terpikirkan oleh Anda sebelumnya. Namun hal ini rupanya benar-benar terjadi dan ada di Indonesia.
Tepatnya di Banjar buruan, Tampaksiring, Gianyar, Bali, tradisi Mesbes Bangke atau tradisi mencabik mayat dilakukan. Tentu saja, tradisi ini penuh kontrovesi, tak sedikit yang setuju, tak sedikit pula yang mengecam.
Di tengah gempuran arus globalisasi, tradisi mencabik mayat ini dirasa sangatlah autentik dan dianggap mampu bersikap konservatif dan tak tergerus nilai-nilai digital yang ada.
Namun bagi yang mengecam tradisi ini, mereka beranggapan bahwa kegiatan ini tidak berperikemanusiaan terhadap keluarga jenazah yang telah meninggal.
Kelian Adat dan Dinas Banjar Buruan, I Ketut Darta, mengungkapkan bahwa tradisi mencabik mayat ini bukan ajang untuk balas dendam atau menyakiti keluarga almarhum.
Tradisi yang merupakan ritus turun temurun masyarakat Banjar ini sejatinya ialah wujud kebersamaan dari warga.
“Keluarga almarhum sudah rela, bahkan turut serta. Ini membuktikan tidak ada maksud jelek kepada almarhum maupun keluarganya,” jelasnya.
Awal mula tradisi Mencabik Mayat
Berdasar kisah turun temurun, Mesbes Bangke atau tradisi mencabik mayat bertujuan untuk menghilangkan bau busuk yang bersumber dari mayat. Jika suasana gembira, maka bau busuk tersebut sudah hilang dari pikiran.
Tak semata mencabik, tradisi ini juga memiliki tantangan dan peraturan. Saat prosesi berlangsung, mayat sama sekali tidak boleh jatuh atau menyentuh tanah.
Jika itu terjadi, maka adat akan mendapat sanksi untuk menggelar pencaruan. Darta berucap syukur, sampai saat ini, belum sekalian terjadi peristiwa tersebut.
Tercatat dari 13 banjar di Desa Tampaksiring, hanya daerah Banjar Buruanlah yang masih setia mengangkat dan menjalankan tradisi autentik yang penuh kontroversi ini.
Baca Sumber
0 Comments for "Ngeri! Tradisi Mencabik Mayat di Bali Ini Mengundang Kontroversi"